
Tasikmalaya, 12 Juli 2018
Membincang Muktamar NU, di Muktamar NU ke-29 yang digelar 1-5 Desember 1994 di Cipasung, Tasikmalaya, Jawa Barat lah sebagai Muktamar yang paling menegangkan dan terpanas dalam sejarah NU. Mengapa? Pasalnya, pada Muktamar ini merupakan puncak terjadinya kedholiman rezim orde baru terhadap NU. Pada saat itu, NU dan sosok Gus Dur dengan segala keberaniannya ‘melawan’ pemerintah, dipandang oleh Soeharto sebagai ancaman yang paling membahayakan.
Tak pelak, hal ini membuat Soeharto dengan kekuasaannya, ingin ‘memutus’ kewenangan Gus Dur di PBNU yang sejak tahun 1984 dipimpinnya. Salah satu cara yang ditempuh Soeharto adalah menumbangkan Gus Dur di Muktamar NU Cipasung. Presiden Soeharto melakukan berbagai intervensi dengan mendukung secara penuh salah satu calon Ketua Umum PBNU untuk melawan KH Abdurahman Wahid (Gus Dur) sebagai incumbent. Apa skenario yang dijalankan pada saat itu?
Ya, Soeharto memunculkan penantang dari internal NU sendiri yang pastinya anti-Gus Dur yakni Abu Hasan. Bahkan sang paman Gus Dur, KH Yusuf Hasyim, juga ikut terbawa menentang keponakannya itu. Oposisi Gus Dur inilah yang melakukan sejumlah agitasi dengan slogan ABG (Asal Bukan Gus Dur). Mereka mengemukakan kritik ‘pedas’ terhadap Gus Dur, yakni manajemen NU di bawah kepemimpinan Gus Dur dinilai lemah dan otokratik. Bahkan, menurut mereka, langkah Gus Dur yang kerap kali ‘berseberangan’ dengan pemerintah di anggap bukan hanya menyimpang dari khittah NU, tetapi juga bertentangan dengan kepentingan NU sendiri. Itulah berbagai isu yang mereka buat untuk mengambil hati seluruh muktamirin.
Gelaran muktamar itu juga terkungkung penjagaan militer, terlebih Presiden Soeharto sendiri, Panglima TNI Jenderal Faisal Tandjung, serta para menteri rezim orde baru turut hadir di forum tersebut. Tidak hanya personel militer dan sejumlah intel yang menyebar di seantero lokasi muktamar, kendaraan lapis baja juga ikut mengelilingi arena Muktamar Cipasung.
(Sumber: NU Online)